Oleh: Hidayatul Fikri
Tokoh Muda Pesisir Selatan
Kabupaten Pesisir Selatan merupakan wilayah terluas di Provinsi Sumatera Barat dengan luas mencapai lebih dari 6 juta kilometer persegi dan jumlah penduduk mencapai lebih dari setengah juta jiwa. Dengan sebaran penduduk di 15 kecamatan yang sebagian besar menggantungkan hidup di sektor pertanian, perdagangan, dan jasa, kebutuhan akan layanan imigrasi menjadi semakin mendesak. Apalagi dengan tingginya mobilitas warga, baik untuk bekerja di luar negeri, melaksanakan ibadah haji dan umrah, maupun untuk keperluan pendidikan dan wisata.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada kantor imigrasi di Pesisir Selatan. Warga masih harus menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Padang atau bahkan ke Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Kerinci di Sungai Penuh, Provinsi Jambi. Jarak dan waktu tempuh yang panjang menjadi beban tersendiri, terlebih bagi lansia dan masyarakat kurang mampu yang ingin mengurus dokumen perjalanan seperti paspor.
Kondisi ini menjadi ironi mengingat arus keluar masuk warga Pesisir Selatan ke luar negeri terus meningkat. Data tahun 2024 mencatat, sebanyak 92 orang warga berangkat haji, belum termasuk ribuan lainnya yang melaksanakan umrah atau bekerja di luar negeri sebagai PMI. Bahkan, permintaan pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Padang kerap melebihi kuota, menandakan betapa tingginya kebutuhan masyarakat akan layanan keimigrasian.
Ditambah lagi, Pesisir Selatan memiliki potensi pariwisata yang luar biasa. Dengan 112 objek wisata dan 56 hotel yang tersebar di seluruh kecamatan, daerah ini mencatat kunjungan lebih dari 1,7 juta wisatawan domestik pada tahun 2024. Keberadaan kantor imigrasi dapat mendukung promosi wisata, terutama dalam menarik wisatawan mancanegara yang jumlahnya memang masih kecil namun punya potensi untuk dikembangkan.
Pendirian kantor imigrasi di Pesisir Selatan bukan sekadar soal kemudahan administrasi. Ini adalah bagian dari upaya negara untuk menghadirkan layanan publik yang inklusif dan merata. Layanan seperti permohonan paspor, konsultasi imigrasi, hingga edukasi tentang pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) bisa dilakukan secara lebih efektif jika fasilitasnya tersedia di daerah sendiri.
Beberapa alternatif solusi jangka pendek sebenarnya bisa mulai diterapkan sambil menunggu pembangunan kantor imigrasi permanen. Misalnya, dengan menghadirkan layanan mobile passport ke kecamatan-kecamatan yang padat migran seperti IV Jurai, Lengayang, dan Basa Ampek Balai Tapan. Ini bisa dilakukan secara berkala dengan kerja sama antara Pemerintah Daerah dan Kantor Imigrasi Padang.
Pemerintah juga bisa mengaktifkan Unit Layanan Imigrasi Sementara di Mall Pelayanan Publik atau Kantor Disdukcapil. Layanan ini dapat melayani proses awal pendaftaran dan verifikasi permohonan paspor, sehingga masyarakat tidak perlu ke Padang hanya untuk proses awal. Ini adalah bentuk konkret pendekatan pelayanan yang cepat, mudah, dan efisien.
Langkah berikutnya adalah menjalankan program edukasi keimigrasian di kawasan padat migran. Edukasi ini penting untuk menghindari jatuhnya masyarakat dalam jeratan mafia tenaga kerja ilegal atau menjadi korban pemalsuan dokumen. Desa Binaan Imigrasi bisa menjadi model kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
Dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan dinamika sosial-ekonomi masyarakat yang semakin kompleks, sudah saatnya pemerintah memprioritaskan kehadiran Kantor Imigrasi di Kabupaten Pesisir Selatan. Bukan sekadar memenuhi kebutuhan administratif, melainkan sebagai bentuk kehadiran negara di tengah-tengah masyarakat. Pesisir Selatan tak boleh terus menjadi daerah pinggiran dalam pelayanan publik yang vital ini.