Kadinkes Aspinuddin bersama Kapus Sungai Limau Yusnelly
Erza (kiri) dan Kabid P2P Jasneli mengunjungi penderita gangguan jiwa
Sungai Limau, CanangNews – Keberadaan penderita gangguan jiwa berat (skizofrenia
– red) dalam keluarga atau di suatu pemukiman – tak bisa dipungkiri – memang
mengganggu ketenangan dan kenyamanan, terlebih jika penderita mengidap gejala
gila atraktif yang suka bertindak merusak. Namun, bukan berarti pihak keluarga
atau masyarakat boleh memasung.
Kepala
Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Padang Pariaman dr H Aspinuddin
mengemukakan hal itu ketika meninjau penderita gangguan jiwa di Korong
Sibarueh, Nagari Pilubang, Kecamatan Sungai Limau, Jumat (15/9/2017). Ia
didampingi Kabid P2P dr Jasneli MARS, Kepala Puskesmas Sungai Limau Yusnelly
Erza STr Keb dan beberapa petugas medis.
“Tindakan
pemasungan atau mengurung penderita gangguan jiwa merupakan pelanggaran hak
asasi manusia, bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 1966 tentang Kesehatan
Jiwa. Undang-undang itu menegaskan, penderita gangguan jiwa harus mendapatkan
perawatan dan pengobatan,” ujarnya.
Dinkes
Padang Pariaman, lanjutnya, sudah melakukan upaya maksimal dalam menyadarkan
masyarakat agar tidak melakukan pemasungan terhadap anggota keluarga atau warga
yang mereka anggap menderita gangguan jiwa berat. “Untuk itu kami menyediakan
obat-obatan di puskesmas yang dapat diperoleh masyarakat secara gratis,”
katanya lagi.
Kepada
keluarga Yeni Novita (37 tahun) di Sibarueh, dr Aspinuddin kembali mengingatkan
hal itu. Ia meminta Fahmi, mamak dari Yeni, untuk mengambil obat di Puskesmas
Sungai Limau dan meminumkan secara rutin. “Penderita gangguan jiwa berat memang
tidak dapat disembuhkan secara total tetapi dapat dikendalikan dengan obat.”
Ia pun
menyebutkan beberapa contoh beberapa contoh penderita gangguan jiwa berat yang
tetap dapat beraktivitas secara normal, baik di Indonesia maupun di
negara-negara lain. Bahkan ada di antara mereka yang menjadi presiden direktur
perusahaan besar. “Hal itu bisa terjadi karena kontrol obat mereka tidak
terputus.”
Hal itu
bisa terjadi, kata Dokter Aspinuddin, karena kemampuan intelektual penderita gangguan
jiwa tidak hilang. “Seorang sarjana yang menderita gangguan jiwa berat,
kemampuan intelektualitasnya takkan anjlok seperti anak TK. Hanya hendaya penderita yang menurun. Hal ini
dapat diatasi dengan pemberian obat secara berkelanjutan.”
Ketika
ditanya, Aspinuddin mengakui, di seluruh wilayah Kabupaten Padang Pariaman yang
terdiri dari 17 kecamatan dengan 103 nagari masih terdapat 18 kasus pemasungan
terhadap penderita gangguan jiwa. Ada yang dipasung dengan kayu dan rantai atau
dikurung seperti yang dialami Yeni Novita.
“Namun,
kami di jajaran Dinkes berkomitmen, akhir tahun 2017 ini sudah tidak ada lagi
kasus pemasungan di Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini sejalan dengan tekad
Kementerian Kesehatan yang mencanangkan Indonesia bebas pemasungan penderita
gangguan jiwa tahun 2019,” kata Dokter Aspinuddin. (ZT)