Berita dari Tanah Suci (16 & 17): Hikmah Haji bagi Sekdakab Jonpriadi

0
Jonpriadi beserta isteri di Tanah Suci, Makkah Almukarramah, saat melaksanakan rangkaian ibadah haji

SIANG itu, Rabu, 13 September 2017, kami, TPHD (Tim Pendamping Haji Daerah – red) Padang Pariaman beruntung. Sebab, berkesempatan untuk berbincang-bincang ringan bersama Pak Jonpriadi, sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Padang Pariaman. Meski aktivitas ibadah haji yang padat, menguras tenaga, namun – seperti biasa – beliau tampak bugar, penuh senyum yang khas.

Dengan bahasa yang mudah dicerna, beliau memulai bincang kami dengan mereview kegiatan ibadah yang dilakukan. "Bahwa yang datang di Tanah Suci bukan karena memiliki sejumlah uang, fisik yang sehat serta bekal lainnya, tetapi ini hanya semata panggilan dari Allah Yang Mahaagung," katanya menerangkan.

Ia menyebutkan, betapa banyak orang yang miliki harta cukup untuk ongkos naik haji, namun tak diberi kesempatan ke sini. Bahkan ada yang sudah berada di pesawat, akhirnya terpaksa diturunkan sebab faktor kesehatan.

Sesampai di Makkah, papar dia, saat melaksanakan rangkaian umrah, yaitu berniat ihram, jamaah calon haji memakai pakaian yang sama, yaitu dua helai kain putih yang tak berjahit. "Ada pesan persamaan yang ingin Allah titipkan dari pakaian ini. Di sisi Allah kita sama, kecuali yang lebih hebat taqwanya,” ungkapnya.

Beliau melanjutkan perbincangan sambil sesekali melihat pesan yang masuk di smartphone-nya. Ketika tawaf, itu juga sarat hikmah. Semua bergerak dengan tujuan yang sama. Ada yang penuh 'semangat' sehingga terkadang harus berbenturan fisik dengan teman setujuan, bahkan ada yang kena sikut. Seolah Allah sedang memberi pelajaran kepada hambaNya bagaimana ragam manusia meraih tujuannya. Maka lahirlah sikap mengalah demi kebaikan atau menahan diri untuk tidak menyakiti.

Memasuki rangkaian ibadah puncak haji, beliau mengingat saat baru saja sampai di Padang Arafah. Siang itu, terik matahari dengan suhu mencapai 50°C disertai badai yang kencang, beliau membathin: "Mungkin ini yang disebut badai gurun pasir, yang dapat memindahkan satu bukit pasir ke tempat lain". Seolah diingatkan, bahwa kita tak bisa mengendalikan apa-apa, kecuali atas izinNya. La haula wa la quwwata illa billah.

Jonpriadi (kanan) bersama para jamaah haji saat akan melaksanakan umrah sunnah

Selama di Arafah berada di dalam tenda besar, dengan jumlah jamaah yang banyak, udara yang kering, panas mencekik, sungguh situasi yang berat. Jika biasanya saat situasi sulit harus mencari solusi lain, namun Allah mewajibkan kita berdiam diri (wukuf) dalam kondisi seperti itu mulai tergelincir matahari hingga terbenam. Memang tingkat kepasrahan diri kepada Allah sedang diuji.

Begitu juga halnya dengan saat melontar jumrah. Saat melontar pertama kali, yaitu jumrah Aqabah, ada rasa 'khawatir' untuk menuntaskannya. Sebab, dua hari berada di Arafah dengan segala situasi dan kondisi, kemudian dihadapkan dengan tantangan berikutnya, perjalanan lebih kurang 7 km menuju jamarat. Oleh karenanya, dibutuhkan pribadi yang kokoh dan sikap optimis. Dalam hati beliau berujar, "Insya Allah, saya bisa". Ya, akhirnya beliau menuntaskan ke-4 lontaran, tanpa diwakilkan.

"Sungguh ibadah haji itu sarat makna dan hikmah. Jika seluruh jamaah dapat mengambilnya, tentu akan lahirlah pribadi yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya saat mereka sampai di daerah masing-masing," kata Jonpriadi seperti menyimpulkan.

Kemudian beliau pamit untuk persiapan Tawaf Wada' malamnya dan persiapan keberangkatan menuju Kota Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi Wassalam, Madinah Almunawwarah, yang diagendakan esok harinya, Kamis, 14 September 2017, Pukul 06.15.


***

Mekah ditinggal, Madinah dijelang

Jamaah haji bersiap-siap menaiki bus

BERSAMAAN naiknya matahari pagi pukul 07.44 Waktu Arab Saudi (WAS), Kamis, 14 September 2017, jamaah haji Kloter 15 Embarkasi Padang menaiki bus yang akan membawa mereka ke Kota Madinah Almunawwarah.

Sebanyak 385 jamaah berangkat menggunakan 9 bus. Pembagian bus berdasarkan rombongan yang telah dibagi sebelum berangkat ke Tanah Suci. Dari total jamaah 392 orang, maka 7 orang tidak ikut rombongan ini. Dengan rincian, 1 orang meninggal dunia, 4 orang sudah Tanazul (dipulangkan ke tanah air lebih awal), dan 2 orang bersama tim medis.

Perjalan menuju Kota Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi Wassalam lebih kurang 380 km akan dilalui selama 6 jam. Meski menggunakan kendaraan modern, namun tergambar bagaimana Nabi meninggalkan tanah kelahiran sebab tidak memungkinkan meneruskan dakwah di tanah air. Penduduk Makkah saat itu bahkan mengancam membunuh Nabi. Pergilah Nabi menuju Madinah yang kala itu masih bernama Yatsrib.

Rombongan jamaah berangkat menuju madinah saat matahari mulai naik, tepat berada di atas Jabal Nur


Bukit bebatuan yang dilewati menjadi saksi kerasnya perjuangan Nabi bersama sahabat untuk menegakkan syiar Islam, menjadi inspirasi bagi kita mempertahankan agama dalam diri dan keluarga. Selamat tinggal Kota Makkah, Insya Allah lain waktu kita akan bertemu kembali. (Laporan Afrinaldi Yunas, TPHD Padang Pariaman)  

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(50)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top