Otak Mafia Tanah Sijunjung Akhirnya Terbongkar

Pilot Solok
0

 



Sijunjung, CanangNews - Tabir gelap kasus dugaan mafia tanah seluas 700 Hektar di Sijunjung akhirnya tersingkap lebar. Surat pengaduan yang dilayangkan korban, Sabirin Dt. Monti Pangulu, tidak hanya menyeret Sdr. Sugito alias Lilik sebagai eksekutor lapangan. Dokumen tersebut kini secara terang benderang menunjuk seorang oknum Aparat Penegak Hukum (APH) aktif sebagai 'otak' dan pelindung (backing) operasi ini.

Oknum tersebut teridentifikasi sebagai Himawan Aprianto Saputra, S.H. (sebelumnya disebut inisial HAS), yang merupakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) aktif di lingkungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.

Namun, terungkapnya identitas ini memicu kemarahan baru. Pasalnya, meski diduga terlibat kejahatan luar biasa, Himawan dikabarkan "hanya" menerima sanksi disiplin penurunan jabatan, sebuah tindakan yang dinilai Lidik Krimsus RI sebagai bentuk standar ganda penegakan hukum.

Berdasarkan investigasi, keterlibatan JPU Himawan A.S. diduga sangat sentral, terencana, dan menyalahgunakan jabatannya.

"JPU Himawan A.S. hadir langsung dalam musyawarah awal pada 26 Juni 2022 bersama Sugito alias Lilik, memberikan janji dan iming-iming kepada Sabirin Dt. Monti Pangulu," ungkap Joni Oktavianus, Wasekjen Lidik Krimsus RI selaku kuasa hukum korban.

Fakta lebih mengejutkan terkuak saat verifikasi ke Balai Pengelolaan Hutan Lestari (BPHL) Wilayah III Pekanbaru. Pegawai BPHL mengonfirmasi bahwa Sdr. Himawan Aprianto Saputra, S.H. adalah satu dari tiga orang yang datang langsung mengurus penerbitan SIPUHH palsu yang mencatut nama Sabirin.

"Ini modus operandi yang sangat berbahaya. Kami menduga oknum JPU ini menyalahgunakan keahlian, jaringan, dan jabatannya sebagai penegak hukum kehutanan untuk merekayasa kejahatan illegal logging. Ini skandal serius yang mencoreng institusi Kejaksaan," tegas Joni.

Keterlibatan oknum APH ini diduga kuat menjadi alasan mengapa penegakan hukum kasus ini "masuk angin" dan mandek di tingkat daerah, hingga berujung pada SP3 di Polda Sumbar.

Lidik Krimsus RI mengapresiasi langkah Jaksa Agung, ST Burhanuddin yang gencar membersihkan institusi. Namun, Joni mempertanyakan adanya disparitas (perbedaan perlakuan) yang mencolok dalam penanganan kasus Himawan dibanding kasus lain.

"Publik masih ingat ketegasan Kejagung saat memecat dan memidanakan Kajari Bondowoso yang kena OTT suap Rp 475 juta, atau Jaksa EKT di Sumut yang memeras Rp 80 juta. Mereka langsung dipecat dan dipenjara," ujar Joni.

"Nah, Saudara Himawan (HAS) ini diduga menjadi otak illegal logging, memalsukan dokumen negara, dan namanya terseret dalam dugaan aliran uang Rp 1,2 Miliar di Polda Sumbar. Kenapa hukumannya cuma sanksi disiplin penurunan jabatan selama 12 bulan? Dimana letak keadilannya?" kritik Joni pedas.

Joni mengingatkan bahwa kasus yang membelit Himawan bukan sekadar pelanggaran etika pegawai seperti bolos kerja, melainkan kejahatan terhadap Sumber Daya Alam (SDA) yang merugikan negara miliaran rupiah.

"Kayu yang dikeluarkan dari hutan Sijunjung itu aset negara. Jika seorang Jaksa terbukti 'main kayu', itu Korupsi dan Pidana Khusus, bukan sekadar masalah administrasi kepegawaian," cetusnya.

Atas dasar itu, Lidik Krimsus RI mendesak Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) dan Jampidsus untuk menerapkan prinsip Zero Tolerance. Mereka menuntut kasus Himawan Aprianto Saputra ditarik ke ranah pidana.

"Kami mengapresiasi Kejagung yang sudah memberikan sanksi jabatan. Tapi itu belum cukup. Demi keadilan bagi masyarakat adat Sijunjung yang tanahnya dirampas, kami minta HAS diperiksa pidananya. Usut tuntas peran dia sebagai backing mafia tanah dan dugaan uang Rp 1,2 Miliar itu," tuntut Joni.

Jika Kejagung berani memenjarakan Kajari di Jawa dan Jaksa di Sumut, maka publik kini menanti keberanian yang sama untuk memenjarakan oknum Jaksa yang menjadi mafia kayu di hutan Sumatera Barat. 

(****)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(50)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top