Sastra, Sebuah Dunia > Kumpulan Esai Raflis Chaniago

0

           Catatan Zakirman Tanjung
Latar belakang
SESUNGGUHNYA saya tidak menyukai sastra, terutama teori dan karya-karya (yang disebut bernilai sastra). Kalaupun saya gemar membaca semenjak Kelas II SD, bacaan yang saya gemari hanyalah bacaan-bacaan ringan seperti cerita tentang kancil dan buaya atau roman-roman picisan (picisan: istilah yang kerap digunakan kritikus sastra). 

Sungguh, hingga usia mendekati 57 tahun ini (saya lahir hari Ahad 13 Rabi'ul Akhir 1389 pukul ±20.00 WIB), saya tetap tidak suka membaca buku dengan tema berat seperti segala jenis teori: ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan (ipoleksosbudhankam), termasuk bacaan tentang teori dan karya sastra. Kalau saya paksakan membacanya, otak saya langsung mumet. 

Itulah pula sebabnya mengapa saya nekat 
1. Memecat Prof Dr Ir Jurnalis Kamil MSc dari jabatan sebagai Rektor Universitas Andalas (Unand); 
2. Memberhentikan Prof Dr Aziz Saleh MA dari jabatan sebagai Dekan Fakultas Sastra dan; 
3. Membebastugaskan dosen-dosen. 

Caranya, terhitung mulai Februari 1992 saya tidak lagi datang ke Kampus Unand yang berlokasi di Bukik Karimuntiang - Limau Manih, Kota Padang, yang kutapaki semenjak September 1990. Saya tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Sastra dengan Program Studi Sastra Indonesia (Sasindo), lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) sebagai Calon Mahasiswa Paling Goblog. 

Setelah jadi mahasiswa Sasindo saya merasa semakin goblog dan asing dengan materi-materi perkuliahan yang melenceng jauh dari bayangan saya semasa SMP dan SMA. Waktu itu saya berpikir dengan kuliah di Fakultas Sastra saya akan terbentuk jadi sastrawan. Ternyata jauh panggang dari api! Materi-materi perkuliahan yang tersedia (±144 sistem kredit semester/SKS) dan harus kami ikuti selama ±8 semester (4 tahun) atau lebih lama umumnya menggiring mahasiswa menjadi pengamat atau kritikus sastra, bukan jadi pengarang atau seniman penghasil karya-karya cipta sastra alias sastrawan.

Lulus pada pilihan kedua ujian masuk perguruan tinggi negeri (UMPTN) ternyata saya tersesat. Akibatnya, pada semester pertama, saya memperoleh indek prestasi (IP) 2,75 pada kartu hasil studi (KHS). 

Puncak kemumetan otak saya sebagai mahasiswa pada semester kedua lantaran harus berhadapan dengan materi-materi perkuliahan yang melenceng jauh dari bayangan saya. Satu di antaranya Matakuliah Fonologi yang merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi (fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen (fonemik) yang kerap saya sebut pornologi.

Dosen matkul ini, Dra Aslinda, perempuan imut dan cantik yang saya sudah jatuh cinta kepadanya sejak pandangan pertama sewaktu kuliah umum Prof Dr Khaidir Anwar MA, September 1990. Namun, rasa suka saya kepada sang dosen berbanding terbalik dengan rasa suka saya kepada Matkul Fonologi. 

Akibatnya sungguh menakjubkan(!), dalam KHS Semester 2 saya mendapat nilai E alias Nol untuk Matkul Fonologi. 

Demi Allah(!), saya tidak menyalahkan Bu Aslinda yang kini konon sudah bergelar PhD alias Doktor atau mungkin Profesor. Nilai E itu murni untuk kesalahan saya, khususnya karena tidak membuatkan laporan kelompok atas penelitian selama hampir seminggu di Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, sesuai kesepakatan: 9 anggota kelompok beriyur @Rp5.000 untuk saya. 

Sastra, Sebuah Dunia
Namun, setelah membaca buku ini, buku yang dihadiahkan oleh penulisnya ke tangan saya di Pantai Carocok - Painan, Rabu 28 Februari 2024, apresiasi saya terhadap sastra berubah positif. Saya juga heran, kenapa? 

Boleh jadi karena penulisnya menuliskan kajian-kajian berat tentang sastra dalam buku ini dengan bahasa atau diksi yang renyah sehingga asyik saat dikunyah dan ditelan. Dengan kata lain, mudah dipahami. (*)

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(50)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top