Catatan Anton Wira Tanjung SPi MSi Datuk Pandji Alam *)
SUDAH dua puluh hari bulan Ramadhan 1445 H kita jalani, selama itu pula saya mendampingi Bupati Suhatri Bur dari surau ke surau, dari masjid ke masjid dan dari majelis ilmu ke majelis ilmu. Saya pun mengamati dari berbagai sisi, apakah beliau ini seorang umara ataukah seorang 'ulama karena begitu komplitnya pemaparan beliau, baik dari sisi nasehat dengan banyaknya dalil - dalil yang bersumber dari hadist dan Al-Qur'an begitu gamblang beliau sampaikan.
Memang dalam beberapa kesempatan beliau mengungkapkan bahwa beliau pernah nyantri atau jadi pakiah (dalam istilah Arab-nya Fakih) yang berarti orang menuntut ilmu. Tentu saja dengan latar belakang tersebut patut rasanya bahwa konsep dasar bermasyarakat telah beliau lalui dan praktekkan dalam dimensi kehidupan beliau.
Dalam Kitab Besar Bahasa Indonesia (KBBI) umara berarti penguasa. Umara adalah pemegang amanah Tuhan untuk mengurus kehidupan rakyatnya. Hidup matinya rakyat tergantung pada kebijakan dan keputusannya. Di tangannya pula ditegakkan hukum dan peraturan demi ketenteraman umum.
Dari pengertian diatas dapat kita pahami bahwasanya umara atau penguasa adalah pemegang amanah Tuhan karena begitu besarnya tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan Tuhan kepada umara. Tentu saja dengan pengertian umara tersebut telah jelaslah bahwa kekuasaan tidak bisa diberikan kepada orang - orang yang tidak memiliki pondasi keagamaan yang kuat.
Agar pembahasan ini komprehensif tentunya kita juga harus memahami bahwa pengertian 'ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam, baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari-hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan.
Dari pengertian 'ulama di atas "setali mata uang" dengan umara bahwasanya keduanya adalah pemimpin yang setiap tindak dan langkahnya berdimensi kepada "Rahmatan Lil 'Alamiin" yang dipertanggungjawabkan ke haribaan Tuhan Yang Mahakuasa dan tentunya harus dipegang oleh orang yang memiliki pondasi keagamaan Yang kuat baik dari sisi keilmuan maupun keteduhan dalam mengemban amanah tersebut.
Di samping ulama dan umara pada diri seorang Suhatri Bur, beliau juga adalah seorang datuk. Gelar datuk adalah gelar yang diberikan kepada pemimpin sebuah suku atau klan di wilayah Minangkabau dengan populasi etnis tertentu. Gelar datuk disebut juga sebagai gelar sako di Minangkabau. Tentu saja gelar ini tidak lahir "petang kelamari" tetapi telah "mengurat mengakar" dari beberapa generasi sebelumnya yang diakui oleh kaumnya secara turun-temurun.
Beliau secara tradisional telah menjadi pemimpin sebelum lahir karena gelar tersebut dari "daguak turun ka bahu" mau tidak mau gelar tersebut turun dari "mamak ke kemenakan" yang saat ini diemban beliau. (*)
*) Kabag. Protokol dan Komunikasi Pimpinan pada Sekretariat Daerah Kabupaten (Setda) Padang Pariaman