Surau Cubadak Tetap Berqurban Ditengah Pandemi Covid-19

0

Agam, -Tahun ini untuk pertama kalinya umat muslim di Indonesia melaksanakan perayaan Hari Raya Idul Adha dengan cara berbeda. Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat menerapkan kebiasaan baru, termasuk dalam beribadah.
Pandemi Covid-19 memang merusak sendi kehidupan seperti ekonomi dan sosial. Meski demikian, semangat berkurban masyarakat tetap terjaga. Seperti halnya di Surau Cubadak Jorong Kaluang Tapi, Nagari Koto Tangah, Kecamatan Tilatang Kamang.
Informasi yang diperoleh, Sabtu, (1/8), pelaksanaan penyembelihan kurban di Surau Cubadak berlangsung meriah. Walau terjadi pengurangan jumlah hewan kurban, namun dibandingkan dengan kondisi perekonomian dan sosial masyarakat, masih terbilang sangat wajar.
Berdasarkan informasi dari H. Amiruddin Darsa Malin Mangkuto, tahun ini jumlah hewan kurban 10 ekor sapi. Jumlah itu menurun dibanding tahun lalu yang sebanyak 11 ekor sapi.
“Tahun lalu kurban kita berjumlah 11 ekor, sekarang menyusut jadi 10 ekor,” Terang H. Amiruddin.
Namun, H. Amiruddin bersyukur dan mengapresiasi masyarakat  Jorong Kaluang Tapi yang tetap menunaikan ibadah kurban di tengah sulitnya kondisi saat ini.
“Dalam kondisi sulit, masyarakat Jorong Kaluang Tapi tetap berkurban. Ini menunjukan bahwa kesadaran sosial dan kemauan masyarakat untuk beribadah masih sangat tinggi,” jelasnya.
Menabung untuk ikut kurban
Peserta kurban di surau ini tidak membayar sekaligus biaya pembelian hewan kurban, namun mencicilnya ke panitia. “Sejak tahun 1985, masyarakat kami sudah membiasakan menabung untuk membeli hewan kurban, “pitih karoban” begitu kami menyebutnya. Sekali seminggu, biasanya tiap selasa, pengurus surau akan berkeliling mengumpulkan uang dari masyarakat. Ada yang menyetor lima puluh ribu, sepuluh ribu, bahkan lima ribu rupiah,” Ujar A. Rangkayo Batuah, salah seorang pengurus Surau Cubadak.
Dilanjutkannya, setelah uang yang terkumpul cukup untuk membeli seekor kambing, baru panitia mendaftarkannya sebagai peserta kurban. Saat ini sistem pengumpulan ini sudah dijalankan oleh generasi kedua.
“Dulunya, Saya bersama Alm Ustadz Malin Muhammad dan Alm KH Mangkuto Ameh yang mengumpulkan pitih karoban, sekarang diganti oleh yang muda-muda,” tutup A. Rangkayo Batuah. (BJR) 

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top