Peringati Hari Puisi Indonesia Puluhan Penyair Beraksara Ria

Red
0
Hari Puisi Indonesia mengenang sosok penyair Chairil Anwar digelar di Bukittinggi (Al)


BUKITTINGGI, Canangnews– Puluhan penyair, penulis, dan penggiat literasi dari berbagai penjuru Sumatera Barat berkumpul dalam helatan bertajuk Beraksara Ria, sebuah perayaan sastra yang sarat makna dan dedikasi. Bertempat di Balairung Sari Anak Air Bukittinggi Sabtu 26 Juli 2025.


Diprakarsai oleh Komunitas Bukittinggi Art Event Initiator (BAEI), acara ini bukan sekadar panggung puisi biasa. Ia hadir sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok yang tak pernah lekang dalam dunia sastra Indonesia, Chairil Anwar. 


Dalam balutan refleksi sastra, bedah buku, orasi budaya, hingga pertunjukan pantomin, semangat Chairil Anwar seakan hadir kembali dan menyalakan bara kata-kata di hati setiap orang yang datang.


Sarat Makna

Asraferi Sabri, penggagas acara, mengatakan bahwa Hari Puisi Indonesia (HPI) bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah pergerakan yang menghidupkan kembali jiwa perlawanan Chairil Anwar, melalui puisi.


“Asal-usul Hari Puisi Indonesia (HPI) bermula dari deklarasi sejumlah sastrawan di Riau pada 2012. Mereka sepakat bahwa tanggal lahir Chairil, 26 Juli, adalah momen terbaik untuk mengenang dan menyalakan kembali semangat berkarya,” jelasnya.


Asraferi mengungkapkan, bahwa Indonesia berutang rasa hormat pada Chairil Anwar. Negara ini sangat berterima kasih atas semangat dan cipta karya beliau. Ketenangannya menjadi ilham, semangatnya menjadi nyala.


"Tak terasa, sudah 103 tahun sejak sang “Binatang Jalang” itu lahir ke dunia. Namun semangatnya, justru kian hidup," ujarnya.


Sang Penyair Legendaris

Puisi-puisi Chairil tak hanya dibacakan, tapi dirasakan, dihayati dalam senyap dan riuh tepuk tangan para penikmat sastra. Lantunan larik-larik seperti, Aku, Karawang–Bekasi, dan Derai-derai Cemara, menghujam dalam, membungkam suasana menjadi renungan kolektif.

“Aku, sendiri, sia-sia...

Karawang – Bekasi,

Penghidupan, tak sepadan, suara malam.”

Malam literasi dan orasi Budaya (**)


Perenungan Regenerasi

Beberapa kutipan itu menggema dari panggung, membelah malam yang tenang menjadi permenungan dalam. Bahkan gerak pantomim yang menyusul di sela acara seolah mengukuhkan bahwa puisi tidak hanya dibaca, ia bisa dilihat, dirasa, dan dihidupkan.


Chairil Anwar, yang menulis puisi pertamanya “Nisan” di usia muda setelah kehilangan sang nenek, terus melahirkan karya yang mencabik konvensi dan membuka jalan baru bagi sastra Indonesia. Meski meninggal di usia 27 tahun, warisan kata-katanya telah menjadi saksi perjuangan, eksistensi, dan perenungan generasi ke generasi. (**)


(Kh)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(50)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top