Catatan Dr H Helmi
MAg *)
PINTU Masjidil Haram berjumlah 99 (sebanyak al
asmak al husna). Setiap pintu memiliki nama sendiri yang kebanyakan nama raja Kerajaan
Saudi Arabia seperti Raqim Wahid King Abdul Aziz dan seterusnya. Jamaah haji
dapat memasuki masjidil Haram dari pintu mana saja yang ia inginkan, tentunya
dengan mempertimbangkan lokasi tempat tinggal dan terminal bus salawat yang
mengangkut jamaah ke Haram.
Setiap
saat di Masjidil Haram ramai dengan aktifitas ibadah, seperti Tawaf, Sa' i,
shalat, berzikìr baca Al-Qur’an, dsb.
Bagi
Umat Islam yang pernah shalat di Masjidil Haram ataupun mengikuti siaran
langsung lewat TV, setelah shalat Fardhu biasanya dilanjutkan dengan shalat
jenazah, penulis mengamati rata rata 15 jenazah dishalatkan setiap waktu
shalat.
Jenazah
yang sudah dishalatkan di Masjidil Haram langsung dibawa ke Makla, tempat
pemakaman terbesar di Kota Makkah berjarak sekitar 750 M dari Masjidil Haram
arah ke pintu Marwa.
Pada
suatu hari, sekira pukul 09.00 WAS, ada jamaah haji negara tetangga meninggal
di Makkah. Jamaah itu seorang laki laki (59 thn). Setelah melalui proses
administrasi, termasuk COD (Certificate of Daed), jenazah dibawa ke Masjidil
Haram menjelang adzan Ashar, Rencananya setelah shalat fardhu Ashar jenazah
dishalatkan, kemudian dimakamkan di Makla.
Ketika
itu terjadi peristiwa yang tidak lazim. Jenazah tidak bisa masuk ke dalam
Masjidil Haram. Bukan karena jenazahnya besar, tapi selalu terhalang gerumunan
orang banyak di pintu masjid. Petugas penggotong jenazah mencoba membawanya ke
dalam masjid dari berbagai pintu, namun selalu gagal, mulai dari pintu satu,
pintu dua dan seterusnya tetap saja tidak berhasil. Dicoba pintu yang lainya
tetap juga gagal.
Berselang
beberapa lama, Muadzin mengumandangkan seruan adzan, jamaah segera akan
mendirikan shalat fardhu Ashar. Karena tidak berhasil memasuki Masjidil
Haram, akhirnya disarankan jenazah
langsung dibawa ke tempat pemakaman di Makla. Dishalatkan oleh beberapa orang
saja kemudian dibawa ke liang pemakaman.
Ketika
petugas pemakaman turun ke dalam liang untuk menguburkan mayat, mereka terkejut
karena di dalam liang kubur terasa sangat panas seperti ada sumber api. Pihak
Maktab yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan jenazah jamaah tersebut
meminta kepada Administrator Makla agar liang kubur untuk jenazah tersebut
diganti. Pihak Administrator Makla menyetujui dan memberikan liang kubur yang
lain.
Namun,
ketika petugas pemakaman masuk ke liang yang baru, mereka terkejut dan bergegas
naik lagi karena di dalam liang itu ditemukan ada ular besar.
Atas
nasehat seorang ‘ulama kharismatik di Makla disarankan agar jenazah dikuburkan
di luar tanah haram. Tanah Haram di Saudi ada dua yakni Makkah dan Madinah
(Haramain). "Barangkali dosa orang ini terlalu besar sehingga Tanah Haram
tidak mau menerimanya," kata ‘Ulama
itu.
Kemudian
disepakati jenazah dibawa dan dimakamkan di Jeddah.
Ketika
dilihat data jamaah asal negara tetangga itu, ternyata yang bersangkutan pergi
haji sendirian, tidak didampingi isteri, anak maupun keluarga terdekat. Teman
seregu yang juga tetangganya bercerita, bahwa almarhum masih punya kedua
orangtua. Namun, sampai ia berangkat ke tanah suci tidak pernah minta maaf dan
mohon ridha dari orangtuanya.
Barangkali
sikap durhaka dan tidak menghomati kedua orang tua itu yang menyebabkan
jenazahnya tidak bisa masuk Masjidil Haram dan tanah suci tidak mau menerima
jasadnya.
Semoga
menjadi I'tibar bagi kita.
*) Pembimbing
Ibadah Kloter 16 PDG, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Padang Pariaman