Budaya Badoncek Dapat Menyelesaikan Masalah Kesehatan

0


MASALAH kesehatan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia antara lain stunting, suatu kondisi di mana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan normal orang lain pada umumnya yang seusia. Penyebab yang terjadi di masyarakat antara lain masih kurangnya akses kepada makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi masih tergolong cukup mahal.

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolsme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit. Selanjutnya berisiko tinggi munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke serta disabilitas pada usia tua. 

Kesemua itu akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas dan daya saing bangsa. Dapat kita bayangkan apa jadinya negara kita, khususnya Kabupaten Padang Pariaman – Provinsi Sumatera Barat, kalau generasinya mengalami stanting? Tentu negara dan daerah kita menjadi terbelakang karena dihuni oleh penduduk terbelakang (bodoh).

Stanting dapat dicegah pada masa kehamilan hingga usia anak 1.000 hari pertama kehidupannya (HPK). Setelah terjadi tidak bisa diobati lagi. Ini berarti, mau tidak mau, supaya anak atau generasi mendatang tidak mengalami stunting mesti penuhi zat gizinya dari sekarang – pada masa kehamilan hingga 1.000 HPK.

Sesuai sasaran Program Indonesia Sehat Berbasis Keluarga (PISBK), yakni meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, pencegahan atau antisipasi stunting tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah, tetapi juga melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat tersebut.  

Dengan demikian, masalah sikap, pengetahuan dan keterampilan dapat dipicu dengan meningkatkan perekonomian. Dalam hal ini, ketergantungan kepada pemerintah akan menyebabkan pemberdayaan masyarakat menjadi sangat lemah dalam kemandirian mewujudkan pemenuhan kebutuhan kesehatan mereka.

Oleh karena itu perlu disadari, kondisi kesehatan anak bangsa sekarang merupakan gambaran nasib bangsa ke depannya. Mengingat dampak dari yang ditimbulkan stunting, kita harus bergerak dari sekatang. Kalau kita ingin jadi bangsa yang maju dan cerdas, tentu kita harus memastikan kondisi balita kita, terutama pada saat hamil hingga 1.000 HPK, kepastian mendapat gizi yang cukup.

Untuk menyelesaikan hal ini kita – khususnya di Kabupaten Padang Pariaman – sebetulnya memiliki aset budaya yang bisa kita kembangkan untuk menyelamatkan generasi bangsa. Yaitu sistem badoncek dan badantam. Bukankah kita di Padang Pariaman terkenal dengan sistem kekeluargaan dan kekerabatan anak dipangku, kamanakan dibimbiang?

Tidak ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan kalau kita atasi bersama. Contohnya, pada acara anak – kamanakan, bagaimanapun kondisnya, orangtuanya telah tiada atau dengan kondisi miskin, tetapi tetap melaksanakan baralek gadang atau menyelenggarakan resepsi pernikahan. Namanya baralek gadang tentu dengan biaya yang besar. Nah, biaya inilah yang dipikul secara bersama-sama oleh sanak familnya dengan sistem badoncek dan badanatam.

Budaya badoncek dan badantam pada intinya memiliki makna yang mendalam dalam filosofi adat Minangkabau. Hakikat hidup adalah tidak sendiri, tetapi saling butuh uluran dan mengulurkan tangan guna membantu sesama anggota masyarakat. “Barek samo dipikua, jikok ringan samo dijinjiang”. Kesatuan dan persatuan masyarakat Padang Pariaman “saciok nan bak ayam, sadanciang nan bak basi” dapat dilihat dari kegiatan badoncek ini.

Dalam kehidupan bermasyarakat manusia dituntut untuk saling kerja-sama antara satu dengan yang lain. Sebab tiap orang memiliki kemampuan yang terbatas dalam upaya pemenuhan berbagai macam kebutuhan hidup. Kerjasama ini tentu saja bersifat gotong-royong, tolong-menolong pada setiap kesempatan. Misalnya dalam resepsi pernikahan, saat kemalangan seperti ada kaum kerabat yang meninggal dunia atau batagak kudo-kudo (mendirikan / membangun rumah).

Budaya badoncek dan badantam ini pun merupakan cara yang mungkin dipakai dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Sebab, prinsip dan pelaksanaannya dapat diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu membudayakan sistem ini untuk kesehatan. Sebab, mengingat dampak hasil yang ditimbulkannya dapat menjamin kondisi gizi bayi yang merupakan anak, kemanakan atau cucu kita juga sebagai penentu nasib bangsa yang akan datang.


*) Kepala Bidang Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Padang Pariaman

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(50)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top