Syahrul Dt Lung (kanan) ketika melakukan kroscek kepada guru SD
Lubuk
Alung, CanangNews – Melakukan
pungutan liar (pungli) seakan telah membudaya di kalangan oknum-oknum aparatur
pemerintah, tak terkecuali pada lembaga-lembaga pendidikan. Sepertinya
oknum-oknum itu merasa bodoh jika tidak memperoleh ‘sesuatu’ dari warga yang
berurusan dengan mereka. Padahal, negara menggaji mereka untuk melayani
kepentingan publik.
Dalam
upaya pemberantasan pungli itu, pemerintah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih
(Satgas Saber) Pungli. Tidak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo bahkan telah
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli
tersebut dan menandatanganinya pada tanggal 20 Oktober 2016 .
Namun,
oknum-oknum aparatur bagai tak terusik oleh keberadaan perpres itu. Pada
sejumlah lembaga pemerintah pungli disinyalir masih terus berlangsung meski
dengan beragam modus penyamaran.
Sejumlah
lembaga pendidikan di Kabupaten Padang Pariaman konon masih terus melakukan
praktek pungutan tak berdasar hukum dimaksud. Kalau di sekolah, sasarannya
orangtua atau wali murid / siswa. Sedangkan pada tingkat lembaga penyelenggara
urusan pendidikan, sasarannya adalah para guru – terutama penerima tunjangan
profesi.
Menerima
laporan adanya dugaan pemotongan dana beasiswa pada suatu unit sekolah dasar
(SD) di Kecamatan Lubuk Alung, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten Padang Pariaman dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV – Syahrul Dt Bandaro
Sati S Sos – langsung melakukan kroscek (memeriksa kebenaran) ke sekolah itu,
Selasa (16/5/2017) jam 10.45 WIB.
Wakil
rakyat yang lebih dikenal dengan nama Syahrul Dt Lung itu sebelumnya mengaku
menerima laporan dari sejumlah orangtua murid tentang adanya pemotongan dana
beasiswa yang diterima murid. Bagi murid yang menerima beasiswa Rp450 ribu
terkena pemotongan Rp75 ribu. Sedangkan murid yang menerima beasiswa Rp250 ribu
kena potong Rp50 ribu.
Namun,
Kepala SD yang dia tuju tidak berada di sekolah. Menurut empat guru yang sedang
bertugas, pimpinan mereka sedang mengawas ujian akhir di sekolah lain.
Menjawab
pertanyaan Dt Lung, guru-guru tersebut tidak membantah. Hanya saja, mereka meluruskan,
tidak ada pemotongan, tetapi orangtua murid yang menyerahkan sebagai sumbangan
untuk kelanjutan mushalla sekolah.
“Kepala
sekolah tidak melakukan pemotongan, Pak, tetapi orangtua murid yang menyerahkan
sumbangan setelah menerima dana beasiswa secara utuh,” ujar seorang guru.
Sewaktu
ditanya lagi, guru itu mengakui, pihak sekolah melalui komite mengundang
orangtua murid yang akan menerima beasiswa. Dalam rapat bersama kepala SD, komite
sekolah dan para orangtua murid lahir kesepakatan untuk menyumbangkan sebagian
dana beasiswa.
Di SD
tersebut, kata guru itu, jumlah penerima beasiswa dari pemerintah tahun 2017
ini sebanyak 63 murid. Rinciannya, penerima beasiswa Rp450 ribu sebanyak 46
murid. Sedangkan penerima beasiswa Rp225 ribu (bukan Rp250 ribu – red) sebanyak
17 murid. Dengan demikian, berarti dana yang terkumpul dari otrangtua murid
penerima beasiswa 2017 berjumlah Rp4,3 juta.
Menyikapi
informasi tersebut, Dt Lung meminta kepada guru-guru yang hadir supaya
mengingatkan kepala sekolah agar mengembalikan dana yang diterima dari para
orangtua murid penerima beasiswa. Sebab, sumbangan itu tidak murni atas
keinginan para orangtua, tetapi dikondisikan kepala sekolah melalui komite.
“Kalau
butuh dana untuk kelanjutan pembangunan mushalla dan toilet untuk murid-murid
seharusnya ajukan permohonan dengan proposal kepada bupati melalui dinas
pendidikan. Berikan fotokopinya satu rangkap kepada saya. Insya Allah wajib
bagi saya memperjuangkannya, minimal dengan dana aspirasi saya selaku anggota
dewan,” kata Dt Lung kepada para guru.
Syahrul
Dt Lung menerima laporan langsung dari sejumlah orangtua murid penerima
beasiswa
Seperti
mengetahui ada wakil rakyat datang ke sekolah tempat anak mereka belajar,
sejumlah orangtua murid menunggu Dt Lung di sebuah rumah tak jauh dari gedung
sekolah. Sewaktu hendak meninggalkan SD tersebut, Dt Lung menghentikan
mobilnya, turun dan menemui orang-orangtua itu.
Ternyata
benar, para orangtua itu mengaku dikondisikan menyumbang Rp75 ribu dan Rp50
ribu dari dana beasiswa yang akan mereka terima. Para orangtua itu menyatakan,
mereka sebenarnya tidak mau menyumbang karena sangat membutuhkan uang tersebut
untuk membeli perlengkapan sekolah si anak. “Namun, kami tak berani bersuara,
kuatir berakibat pada nilai anak kami di sekolah,” cetus seorang di antara
mereka.
Kadisdikbud berjanji menindak
Setelah
meninggalkan SD, Dt Lung langsung menemui Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan (Kadisdikbud) Kabupaten Padang Pariaman Drs Rahmang MM yang
berkantor di Paritmalintang. Dt Lung pun melaporkan temuannya kepada Rahmang.
Syahrul
Dt Lung (kiri) ketika bertemu Kadisdikbud Rahmang
Setelah
mendengar laporan itu, Rahmang menyatakan sependapat jika apa yang disebut oleh
pihak sekolah sebagai sumbangan itu bertentangan dengan Perpres 87/2016. Sebab,
terkesan dikondisikan. “Kalau murni sumbangan atas inisiatif orangtua murid,
tentulah jumlahnya tidak seragam,” ujarnya.
Rahmang
juga menyatakan sependapat dengan Dt Lung agar si kepala SD mengembalikan ‘uang
sumbangan’ orangtua murid penerima beasiswa itu secara utuh. Yang menyumbang
Rp75 ribu kembalikan lagi Rp75 ribu. Begitu juga dengan yang menyumbang Rp50
ribu.
Menyikapi
informasi akan berlangsung pelantikan seluruh kepala SD se-Kabupaten Padang
Pariaman (404 unit – red), Jumat (19/5/2017), Dt Lung meminta Rahmang agar
mengkaji ulang kepala SD yang dia maksud, kalau perlu berhentikan dari
jabatannya. (zast)