Realita Miris Asnimar, Potret Kemiskinan di Kabupaten Padang Pariaman + Foto-foto

0
Catatan Ikhlas Bakri

Rumah untuk Asnimar ketika masih berupa kerangka

"ALHAMDULILLAH.. Terima kasih.. terima kasih," kata Bastian Desa Putra, anggota DPRD Padang Pariaman dari Partai Hanura, saat memarkir kendaraannya setengah berteriak kepada sejumlah wartawan keluarga besar PWI (Persatuan Wartawan Indonesia –red) setempat yang sedang gotong-royong membangun rumah untuk Asnimar (37), janda tujuh anak dalam kegiatan peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2017 tingkat lokal.

Belasan wartawan yang tengah bekerja memasang bata, memotong kayu dan mengaduk semen di Minggu (12/3) sore itu tampak sedikit keheranan. Mereka sejenak menghentikan pekerjaannya, menunggu Bastian sambil berjalan beberapa meter ke arah mereka.

"Saya mengapresiasi kawan-kawan wartawan yang membantu membuatkan rumah dunsanak kami. Atas nama keluarga saya mengucapkan terima kasih," ujarnya terdengar lirih.

Ternyata, Asnimar sama-sama bersuku Piliang dengan Bastian dan berasal dari kecamatan yang sama, VII Koto Sungai Sariak walau beda kenagarian Meski nagari asalnya berbeda, Bastian kini juga berdomisili di Balah Aie, nagari yang sama dengan Asnimar. Jarak tempat tinggalnya kurang dari 1 km. Selain itu, istri Bastian juga merupakan tenaga medis di sana dan bertugas di Puskesmas Sungai Sariak.

Bastian Desa Putra

"Saya tahu persis keseharian Asnimar ini. Apa yang diberitakan wartawan beberapa waktu lalu adalah fakta yang sesungguhya, tetapi mungkin ada pengecualian rutinitas untuk waktu-waktu tertentu," jelas Bastian. Pada kesempatan itu Bastian turut berpartisipasi gotong royong dalam bentuk dana.


Sekilas tentang Asnimar

Asnimar janda dengan tujuh anak yang masih kecil-kecil, anak tertuanya Syahrul berusia sekitar 10 tahun. Si kecil sekitar 2 tahun. Suaminya yang sudah dua orang meninggal dunia sekitar 3 tahun lalu. Untuk menghidupi anak-anaknya Asnimar memulung plastik bekas kemasan minuman. Juga mengumpulkan pelepah kelapa di tanah pusakanya yang luas. Pelepah itu ia potong-potong menjadi kayu api dan dijual ke rumah makan di Kuraitaji.

Pendapatannya berkisar Rp50.000 s/d100.000 setiap hari kalau ia tidak sakit. Pernah, mereka sekeluarga makan nasi setengah bubur, ditemani garam secukupnya. Pola makan yang masih belum sehat, apalagi sempurna.

Untuk menjalankan kedua profesi ini, memulung dan / atau mencari pelepah kelapa, Asnimar selalu dibantu anak-anaknya. Moda transportasi yang ia gunakan adalah becak kayuh.

Empat anak Asnimar bertugas mendorong becak, dua orang duduk di bagian depan. Si kecil didekap Asnimar ke dalam pangkuannya dengan tangan kiri, tangan kanan memegang stang becak. Bila kecapean si kecil dipindahkan Asnimar ke stang becak dalam posisi duduk menghadap ibunya.


Anak-anak Asnimar pun ikut bergotong-royong

Asnimar hidup selalu berpindah-pindah sejak beberapa waktu terakhir setelah pulang merantau dari tanah Jawa. Pernah menumpang di rumah keluarga ayahnya di Batangtajongkek, Kuraitaji, sekitar 2,5 km dari rumah ibunya. Pernah juga tidur di mushala. Sejak lima bulan terakhir ia tinggal di tanah pusaka, di samping rumah oragtua perempuannya yang permanen.

Asnimar tidur beralaskan tikar berdinding dan beratapkan terpal, Demi beberapa hal, Asnimar lebih memilih tinggal di "rumah"nya sendiri dan memasak sendiri. Untuk urusan memasak ini Asnimar melangsungkannya di alam terbuka, dekat tempat ia bersama anak-anaknya sering tidur.

Jika dihitung-hitung, dalam rentang waktu Oktober 2016 hingga awal Februari 2017, Asnimar bersama anak-anaknya jauh lebih sedikit beraktifitas di rumah orangtuanya. Asnimar lebih memilih tenteram di tempat seadanya daripada menetap di rumah permanen dalam ketidaknyamanan.


Anak-anak Asnimar

Rutinitas agak janggal yang dilakoni Asnimar, Kartini masa kini yang berjuang melawan kegetiran hidup ini memicu sejumlah wartawan Padang Pariaman menuangkannya ke dalam pemberitaan, termasuk media televisi lokal dan nasional pada awal Februari lalu. Mereka melaporkan seadanya tanpa maksud dan tujuan tertentu.

Tak urung, para pejabat Kabupaten Padang Pariaman dan Sumatera Barat terkesan sedikit hiruk. Pada awal-awal Februari 2017 itu banyak orang berkunjung ke kediaman Asnimar dari berbagai daerah. Ada yang sekedar mencari pembuktian, tak sedikit pula yang membawa buah tangan.


Berita Hoax?

Tiba-tiba saja, apa yang menjadi pemberitaan banyak media ini dicoba membantah oleh pihak-pihak yang berkemungkinan terusik kepentingannya, atau yang selama ini terbiasa menyampaikan laporan kesuksesan saja kepada atasannya (asal bapak senang – red).

Sayang bantahan tersebut beraninya cuma lewat media sosial sekelas facebook yang tanpa data. Entah kenapa mereka enggan berdiskusi dan berdialog dengan wartawan yang punya data valid berupa video, jika memang serius untuk membantah atau sekedar klarifikasi.


Kunjungan Pejabat Pemkab ke rumah Asnimar, 4 Februari yang berbuntut munculnya tudingan "berita hoak"

Di antara yang mereka bantah itu adalah persoalan di mana Asnimar tidur. Mereka meyakini bahwa Asnimar beserta tujuh anaknya selalu tidur di rumah permanen milik orangtuanya. Mereka mendapatkan informasi entah darimana sumbernya.

Selanjutnya masalah kekurangan gizi anak Asnimar. Karena sebelumnya mereka terlanjur memproklamirkan bahwa Padang Pariaman sudah bebas gizi buruk sejak 2015, juga kesuksesan Padang Pariaman Sehat, programnya Badan Amil Zakat (BAZ).

Sementara diagnosa dokter melalui sebuah surat keterangan yang masih disimpan Asnimar menyatakan bahwa kondisi seorang anaknya merupakan ciri-ciri penderita gizi buruk pada tahun 2015.

Masalah ini mendapat perhatian serius dari Yurnaldi, wartawan senior Harian Kompas dan juga anggota Komisi Informasi Provinsi Sumbar. Melalui tulisannya di kolom opini Harian Padang Express  edisi 9 Februari 2017, diawali dengan kalimat Hoax kata orang, hoax pula kata waang, Da Nal – begitu yuniornya sering menyapa – menceritakan adanya kecenderungan pihak-pihak tertentu menuduh berita wartawan yang faktual sebagai berita hoax.

Ikhlas Bakri, Ketua PWI Padang Pariaman

Namun,lanjut Da Nal, tak bertepuk sebelah tangan, wartawan sebagai pembuat berita,juga harus melakukan penggalian informasi, melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan objek berita dan menyajikannya seimbang kepada pembaca. Terhadap kasus Asnimar, konfirmasi tentu hanya wajib dilakukan kepada Asnimar sendiri dan orang-orang yang menyaksikan kesehariannya.


Dikunjungi dan Disantuni Bupati

Dalam waktu relatif singkat, hanya beberapa hari saja setelah kemunculan berita Asnimar yang fenomenal, Bupati Padang Pariaman Ali Mukhni bersama sejumlah pejabat turun ke lokasi menyaksikan dan berhadapan lansung dengan Asnimar, keluarga dan anak-anaknya. Kepada bupati, anak-anak Asnimar menyebutkan bahwa mereka tidur di rumah permanen milik neneknya.

Akan tetapi aroma bahwa telah terjadi semacam pengondisian sebelum kehadiran bupati begitu kental tercium. Asnimar terlihat begitu segeh, seolah-olah mau berangkat pesta.

Potongan-potongan kayu plus tungku dari bata dan abu bekas memasak sudah tidak terlihat lagi di alam terbuka, tempat di mana Asnimar biasa mengerjakan aktivitas memasak. Hanya saja, rak piring beserta alat perangkat memasak dan rak kayu masih tetap berdiri di tempat biasa. Ia terselimuti oleh terpal yang biasa digunakan Asnimar sebagai atap dan dinding tempat ia tidur.

Asnimar mengakui, sejak kemunculan beriita dirinya di berbagai media, Babinkamtibmas (Badan Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat – red) setempat pernah berkunjung dan menginstruksikan kepada Asnimar dan keluarganya agar Asnimar harus tidur di rumah permanen orangtuanya. Tidak boleh lagi tidur di bawah terpal.


Bupati Ali Mukhni dan isteri (kanan) ketika mengunjungi Asnimar

Dalam kunjungan mendadak tersebut, bupati menyantuni Asnimar beberapa juta rupiah yang kemudian menjadi dana tambahan untuk membangun rumah semi permanen.

"Jika aturan yang ada menghalangi kita sebagai lembaga untuk membantu, maka badoncek (patungan) secara pribadi-pribadi dapat kita lakukan," kata Ali Mukhni.


Membangun Rumah Memperingati HPN

Setelah menjadikan Asnimar sebagai sumber berita, wartawan Padang Pariaman yang bernaung di bawah PWI merasa bertanggungjawab membangunkan rumah sederhana untuk dia yang telah dijanjikan sebelumnya.

Meski dengan dana Rp 0, janji yang sudah terucap tentu harus ditunaikan. Jadilah kegiatan membangun rumah sederhana ini sebagai bagian dari peringatan HPN di Padang Pariaman.

Efa Nurza, wartawan Posmetro Padang

Adalah keluarga Darmansyah (wartawan Singgalang dan Wakil Ketua PWI Padang Pariaman) yang berdomisili di Jakarta merupakan penyumbang perdana sebesar Rp5,2 juta, disusul Jhon Kenedy Azis (anggota DPR RI) Rp3 juta, kawan-kawan Asnimar alumni SMP 3 Pariaman Rp5 juta, Budi Herman dan Dasril Jambak (PT Trikon Sejatama Karya, developer perumahan Ketaping Residence) dalam bentuk kusen, pintu dan tanah timbunan, serta para donatur lain, baik dalam bentuk dana maupun material.
Anggota DPR RI John Kenedy Azis menyerahkan bantuan untuk Asnimar melalui Ketua PWI Ikhlas Bakri

Keluarga besar PWI Padang Pariaman bergotong royong setiap Sabtu dan Minggu seharian. Diawali pada Sabtu 24 Februari 2017. Hingga minggu ke tiga Maret ini, kondisi rumah untuk Asnimar sudah siap 70 %. Sementara Dandim 0308 Pariaman Letkol Endro Nurbantoro sudah bersiap-siap pula membangun  sarana untuk MCK (mandi, cuci dan kakus – red) plus.


Dandim 0308 Pariaman Letkol Arh Endro Nurbantoro

"Meskipun saya sudah mutasi ke Mabes TNI, MCK plus tetap tanggung jawab saya," tegasnya.


LATAR BELAKANG

Potret kemiskinan terpampang di pelupuk mata. Kisah Asnimar (36) janda beranak tujuh (sebelumnya disebutkan enam), warga Korong Duku Banyak, Nagari Balah Aia, Kecamatan VII Koto, tidur di dalam pondok beratap terpal berpenyangga kayu ukuran 1 x 2 meter adalah sebuah kebenaran yang sulit dipercaya sebelum menyaksikan dengan mata kepala sendiri.

Karena di dalam pondok tidak muat, sebagian anaknya tidur di atas becak. Becak ia sandingkan dengan pintu masuk pondok buatannya agar ia bisa mengawasi anak-anaknya saat malam hari. Karton dan terpal bekas ia gunakan buat alas dan peneduh dari dinginnya malam selama empat bulan belakangan. Saat turun hujan, seketika dalam pondok kebasahan oleh titisan air.

Sekitar sepuluh meter dari pondok hunian buatan Asnimar, berdiri kokoh rumah milik orangtuanya. Di rumah tersebut tinggal adik bungsunya Jumayani (23) bersama suaminya. Jumayani diketahui belum lama menikah dengan seorang pria berprofesi sebagai sopir. Di rumah lapang dan layak itu, Asnimar sebenarnya memiliki hak tinggal selaku perempuan Pariaman yang menganut garis matrilinear.

Sebelum mendirikan pondok di tanah milik keluarganya empat bulan yang lalu itu, Asnimar bersama ketujuh anaknya menumpang di rumah Bako (saudara ayahnya) di Batang Tajongkek, Pariaman Selatan.

Asnimar memiliki enam anak dari suami pertama bernama Marlis (43). Marlis yang sehari-hari berprofesi sebagai tukang jahit itu meninggal dunia pada tahun 2012. Sepeninggal suaminya tak lama menjanda, Asnimar dinikahi oleh Darman Muntir (72) yang menitipkan seorang anak lagi di rahimnya. Darman Muntir yang berprofesi sebagai pedagang itu meninggal dunia saat janin dalam kandungan Asnimar berusia empat bulan. Anak bungsu Asnimar hasil perkawinannya dengan Darman Muntir sekarang masih balita berumur 19 bulan.

"Lebih baik saya tinggal di sini. Meskipun ada hak saya di rumah itu, tapi jika adik saya tak sepaham apa boleh buat, lebih baik saya mengalah," ujar Asnimar kepada sejumlah wartawan yang sengaja datang menjenguknya untuk menyumbang sembako dan uang ala kadarnya.

Asnimar menjelaskan, setelah berita tentang dirinya viral di media sosial, beberapa petugas Kamtibmas mendatanginya dan memintanya tidur di rumah orangtuanya. Permintaan tersebut ia terima, sedangkan hubungannya dengan sang adik masih tetap tidak harmonis.

Ketidak akuran Asnimar dan adik bungsu perempuannya itu dibenarkan oleh adik laki-lakinya, Nurdin (26), dan paman (mamak) kandungnya, Khaidir (50). Sang nenek ,Dalima (85), secara senada juga menyatakan demikian. Mereka mengakui Asnimar berhati keras dan pantang dihina atas kondisi yang menimpanya.

"Kak Asnimar memang keras hati, lebih baik ia menderita daripada berseberangan hati dalam rumah. Telah berbagai upaya kami lakukan untuk mendamaikan mereka berdua," ujar Nurdin.

Dari pengakuan Asnimar, ia pernah didatangi oleh seorang pejabat berhati tulus (ternyata diketahui Dandim 0308/Pariaman Letkol Arh Endro Nurbantoro) hingga ke rumahnya. Pejabat itu menurutnya sudah tiga kali datang memberikan bantuan sembako dan uang kepadanya, jauh sebelum berita tentang keluarganya dimuat media.

"Semoga bapak yang baik itu dilimpahkan rejekinya oleh Allah,"  begitu doa Asnimar.

Dua di antara tujuh anak Asnimar menderita radang paru-paru dan peritonitis akut yang dikuatkan dengan bukti diagnosa dokter. Malianis (5), putri Asnimar yang menderita radang paru tak henti-hentinya batuk selama Asnimar bercakap-cakap dengan wartawan.

Sedangkan Muhammad Jamil (7) anak keempat Asnimar, pernah pula dirawat di RS M Djamil Padang dengan diagnosa penyakit Acute Peritonitis pada bulan Desember 2015. Peritonitis akut adalah peradangan lapisan tipis di dinding bagian dalam perut (peritoneum). Jika dibiarkan memburuk, maka peritonitis bisa menyebabkan infeksi seluruh sistem tubuh yang membahayakan nyawa.

"Oleh pemerintah pernah dibawa ke rumah sakit di Padang, sekarang Muhammad Jamil sudah mulai baikan," ungkapnya.

Sebelum mulai membangun rumah tersebut, Keluarga Besar PWI meminta surat pernyataan penempatan tanah yang ditandatangani oleh paman Asnimar beserta dua saksi terkait setempat. Surat pernyataan ini penting agar tidak ada gugatan saat dibangun.


Seksi Dapur PWI Pariaman, persiapan makan siang gotong royong bangun rumah Asnimar

Janganlah ada lagi pihak tertentu saling adu argumen di media sosial membahas benar tidaknya kondisi keluarga Asnimar. Kondisi Asnimar dan ketujuh anaknya tidur di tenda adalah sahih 100 persen, bukan kabar bohong. (editor: tzakirman@gmail.com)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top